Nilai Tambah Pengolahan Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Majalengka

Penulis : Dinar, S.P., M.P.
(Dosen Tetap Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNMA)

Agrotani.com – Produk pertanian yang bersifat perishable (mudah rusak) dan bulky (volume besar) yang dimiliki komoditas mangga memberikan motivasi kepada pelaku bisnis agroindustri untuk melakukan penanganan yang tepat untuk komoditas mangga sehingga produk olahan mangga tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen dalam jangka waktu lebih lama.

Nilai tambah yang dimaksud dalam agroindustri olahan mangga adalah pengolaan buah mangga segar menjadi produk seperti, sirup mangga, keripik mangga, dodol mangga dan sari buah, leather, permen jelly, minuman jelly (jelly drink) dalam kemasan siap konsumsi. Akan dapat menaikkan nilai produk (olahan) tersebut, dibandingkan jika buah mangga diproduksi dan dijual dalam bentuk buah segar (tidak diolah).

Mangga Gedong Gincu adalah buah unggulan lokal dari Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Mangga ini bersifat cukup spesifik (berwarna kulit merah oranye, daging buah kuning menarik, ukuran buah tidak terlalu besar, ± 200-250 g/buah, berasa manis, aroma buah tajam, serat halus, dan kadar air tinggi. Jumlah produksi sekitar 60-200 kg/pohon, pada bulan September s/d desember tiap tahunnya.

Komponen daging buah adalah air, karbohidrat.  protein, lemak, macam-macam asam, vitamin,  mineral dan tanin. Karbohidrat daging buah terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan selulosa. Karakteristik rasanya disebabkan oleh kandungan gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) dengan asam dan tanin dalam buah.

Selain itu juga dapat dibuat sebagai produk olahan antara yang bisa digunakan sebagai solusi penyediaan bahan baku produk olahan mangga di luar musim, antara lain dijadikan puree, pasta ataupun bubuk mangga gedong.

Manajemen rantai pasokan sebenarnya dapat dilihat dari integrasi antara struktur rantai pasokan, proses bisnis rantai dan sumber daya rantai yang ketiganya menghasilkan kinerja rantai pasokan. Struktur rantai p
asokan ini berkolaborasi dengan sumber daya rantai membahas tentang pihak yang terlibat rantai pasokan menggunakan sumber daya yang ada seperti komoditas utama buah mangga, teknologi menjadi produk sekunder, dan sumber daya lahan.

Proses bisnis rantai dapat dilihat dari aktivitas di setiap mata rantai yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam mata rantai pasokan mencakup aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi. Dengan melihat mekanisme rantai pasokan, nantinya dapat mengukur tingkat kinerja dari aktivitas mata rantai pasokan. Pengukuran kinerja ini dengan melihat nilai tambah pada agroindustri produk olahan mangga dan efisiensi pemasaran berdasarkan produk dalam menjangkau permintaan konsumen.

Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk memberikan manajemen yang terkendali, terdapat 6 faktor keberhasilan menurut Murdifin dan mahfud (2007) yakni pemenuhan kebutuhan, logistik, produksi, pendapatan dan laba, biaya-biaya, serta kerjasama.

Menurut kriteria pengujian Hubeis dalam Hermawatie (1998) dalam Maulidah dan Kusumawardani (2011), rasio nilai tambah rendah apabila memiliki persentase <15%, sedang apabila memiliki persentase 15%¬40% dan tinggi apabila memiliki persentase >40%. Nilai tambah ini sendiri diperoleh dari selisih antara nilai output dengan biaya penunjang lainnya seperti biaya pembelian bahan baku dan intermediate cost. Rasio nilai tambah diperoleh dari persentase nilai tambah dibagi dengan nilai output.

Nilai tambah terbesar pada agroindustri dodol mangga yakni senilai Rp. 63.654,86/kg input dengan rasio nilai tambah 58,97% kemudian disusul nilai tambah terbesar lainnya pada agroindustri keripik mangga yakni sebesar Rp. 26.440,31 dengan rasio nilai tambah 70,05%. Nilai tambah terkecil dimiliki agroindustri yang membuat sari buah mangga yakni Rp.8.254,43 dengan rasio nilai tambah 34,68%, hal ini dikarenakan harga jual per kemasan hanya Rp. 1.000.

Baca Juga :